A. Definisi ketahanan pangan
Dari perspektif sejarah istilah ketahanan pangan (food security) dalam
kebijakan pangan dunia pertama kali digunakan tahun 1971 oleh pbb untuk
membebaskan dunia terutama negara-negara berkembang dari krisis produksi dan suply maknan
pokok. Jadi dapat dikatakan bahwa munculnya ketahanan pangan karena terjadi
krisis pangan dan kelaparan.
Setelah itu muncul beberapa definisi lain tentang ketahanan pangan itu
sendiri, antara lain :
1. Menurut undang-undang no 7 tahun 1996
tentang pangan
Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang
tercermin dari ketersediaan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman,
merata dan terjangkau. Dari pengertian tersebut, tersirat bahwa upaya
mewujudkan ketahanan pangan nasional harus lebih dipahami sebagai pemenuhan
kondisi kondisi sebagai berikut :
a. Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, dengan
pengertian ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal
dari tanaman, ternak dan ikan dan memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, vitamin
dan mineral serta turunan, yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan
manusia.
b. Terpenuhinya pangan dengan kondisi aman, diartikan bebas dari pencemaran
biologis, kimia, dan benda lain yang lain dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia, serta aman untuk kaidah agama.
c. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan bahwa distribusi
pangan harus mendukung tersedianya pangan pada setiap saat dan merata di
seluruh tanah air.
d. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan bahwa pangan mudah
diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.
2. Menurut internasional confrence in
nutrition, (fao/who, 1992)
Ketahanan pangan dipandang sebagai akses setiap rumah tangga atau individu
untuk memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup sehat.
3. Menurut oxfam 2001
Ketahanan pangan adalah kondisi ketika “setiap orang dalam segala
waktu memiliki akses dan kontrol atas jumlah pangan yang cukup dan kualitas
yang baik demi hidup yang aktif dan sehat. Dua kandungan makna tercantum di
sini yakni: ketersediaan dalam artian kualitas dan kuantitas dan akses (hak
atas pangan melalui pembelian, pertukaran maupun klaim).
4. Menurut fivims (food
insecurity and vulnerability information and mapping systems, 2005 )
Ketahanan pangan adalah kondisi ketika semua orang pada segala waktu secara
fisik, sosial dan ekonomi memiliki akses pada pangan yang cukup, aman dan
bergizi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi (dietary needs) dan
pilihan pangan (food preferences) demi kehidupan yang aktif
dan sehat.
Ketahanan pangan pada tataran nasional merupakan kemampuan suatu bangsa
untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup,
mutu yang layak, aman, dan juga halal, yang didasarkan pada optimalisasi
pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumber daya domestik. Salah satu
indikator untuk mengukur ketahanan pangan adalah ketergantungan ketersediaan
pangan nasional terhadap impor (litbang deptan, 2005).
B. Sistem ketahanan pangan
Secara umum ketahanan pangan mencakup 4 aspek, yaitu kecukupan
(sufficiency), akses (access, keterjaminan (security), dan waktu (time)
(baliwaty, 2004). Dengan adanya aspek tersebut maka ketahanan pangan dipandang
menjadi suatu sistem, yang merupakan rangkaian dari tiga komponen utama yaitu
ketersediaan dan stabilitas pangan (food availability dan
stability), kemudahan memperoleh pangan (food
accessibility) dan pemanfaatan pangan.
Terwujudnya ketahanan pangan merupakan hasil kerja dari suatu sistem yang
terdiri dari berbagai subsistem yang saling berinteraksi, yaitu
1. Subsistem
ketersediaan pangan
Subsistem ketersediaan pangan mencakup pengaturan kestabilan dan
kesinambungan penyediaan pangan. Ketersediaan pangan menyangkut masalah
produksi, stok, impor dan ekspor, yang harus dikelola sedemikian rupa, sehingga
walaupun produksi pangan sebagaian bersifat musiman, terbatas dan tersebar
antar wilayah, pangan yang tersedia bagi keluarga harus cukup volume dan
jenisnya, serta stabil dari waktu kewaktu.
2. Subsistem distribusi
Subsistem distribusi mencakup upaya memperlancar proses peredaran pangan
antar wilayah dan antar waktu serta stabilitas harga pangan. Hal ini ditujukan
untuk meningkatkan daya akses masyarakat terhadap pangan yang cukup. Surplus
pangan tingkat wilayah, belum menjamin kecukupan pangan bagi
individu/masyarakatnya.
3. Subsistem konsumsi
Subsistem konsumsi menyangkut pendidikan masyarakat agar mempunyai pengetahuan
gizi dan kesehatan yang baik, sehingga dapat mengelola konsumsi individu secara
optimal sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Konsumsi pangan tanpa memperhatikan
asupan zat gizi yang cukup dan berimbang tidak efektif bagi pembentukan manusia
yang sehat, daya tahan tubuh yang baik, cerdas dan produktif (thaha, dkk,
2000).
Apabila ketiga subsistem diatas tidak tercapai, maka ketahanan pangan tidak
mungkin terbangun dan akibatnya menimbulkan kerawanan pangan (suryana, 2003).
C. Rawan pangan
Rawan pangan merupakan suatu kondisi ketidakmampuan untuk memperoleh pangan
yang cukup dan sesuai untuk hidup sehat dan berakvitas dengan baik. Rawan
pangan dapat dibedakan 2 jenis yaitu :
1. Rawan pangan kronis
Yaitu ketidak cukupan pangan secara menetap akibat ketidakmampuan
rumah tangga untuk memperoleh pangan yang dibutuhkan melalui pembelian di pasar
atau melalui produksi sendiri. Kondisi ini berakar pada kemiskinan.
2. Rawan pangan transien/
transistori
Yaitu penurunan akses terhadap pangan yang dibutuhkan rumah tangga secara
kontemporer. Hal ini disebabkan adanya bencana alam, kerusuhan, musim yang
menyimpang dan keadaan lain yang bersifat mendadak, sehingga menyebabkan
ketidakstabilan harga pangan, produksi, atau pendapatan (baliwati, 2004).
Menurut food an agriculture organization of the united nations
(fao) dan undang undang nomor 7 tahun 1996 tentang pangan, kondisi
rawan pangan dapat diartikan bahwa individu atau rumah tangga masyarakat yang
tidak memiliki akses ekonomi (penghasilannya tidak memadai atau harga pangan
tidak terjangkau), tidak memiliki akses secara fisik, untuk memperoleh pangan
yang cukup kehidupan yang normal, sehat dan produktif, baik kualitas maupaun
kuantitasnya.
Rawan pangan dapat mengakibatkan kelaparan, kurang gizi dan gangguan
kesehatan, termasuk didalamnya busung lapar. Bahkan dalam keadaan yang paling
fatal dan menyebabkan kematian.
Kejadian krisis pangan dan gizi dapat diantisipasi apabila gejala gejala
kekurangan pangan dan gizi serta masalahnya dapat secara dini diidentifikasi
dan kemudian dilakukan tindakan secara tepat dan cepat sesuai dengan kondisi
yang ada (badan ketahanan pangan propinsi sumut, 2005).
Referensi:
Badan Perencanaan Dan Pembangunan Nasional
(Bappenas). (2011). Penjelasan Tentang Ketahanan Pangan. www.bappenas.go.id/get-file-server/node/10492 17 APRIL 2013.
Nurhaedar
Jafar.(_). Diversifikasi
Konsumsi Dan Ketahanan Pangan Masyarakat. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/2684/B27%20DIVERSIFIKASI%20SEBAGAI%20SALAH%20SATU%20PILAR%20KETAHANAN%20PANGAN%20DI%20INDONESIA.docx?sequence=1 17
APRIL 2013
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2002
tentang Ketahanan Pangan. Departemen Pertanian. Jakarta.
Peraturan
Presiden Republik Indonesia. No. 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal. Jakarta.
SEAFAST. (2010). Ketahanan Pangan Dan
Perspektif Kebijakannya. http://seafast.ipb.ac.id/index.php/partnership/124-ketahanan-pangan-dan-perspektif-kebijakannya. 17 APRIL2013 .
Tupan,
Wujud Ketahanan Pangan dengan Kerifan Lokal,Jakarta, PDII-LIPI
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan
World Bank. (_). Pangan Untuk Indonesia. http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/280016-1106130305439/617331-1110769011447/810296-1110769073153/feeding.pdf 17 APRIL 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar