Rabu, 08 Mei 2013

Ketahanan Pangan



A.        Definisi ketahanan pangan
Dari perspektif sejarah istilah ketahanan pangan (food security) dalam kebijakan pangan dunia pertama kali digunakan tahun 1971 oleh pbb untuk membebaskan dunia terutama negara-negara berkembang dari krisis produksi dan suply maknan pokok. Jadi dapat dikatakan bahwa munculnya ketahanan pangan karena terjadi krisis pangan dan kelaparan.
Setelah itu muncul beberapa definisi lain tentang ketahanan pangan itu sendiri, antara lain :
1.      Menurut undang-undang no 7 tahun 1996 tentang pangan
Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari ketersediaan yang cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Dari pengertian tersebut, tersirat bahwa upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional harus lebih dipahami sebagai pemenuhan kondisi kondisi sebagai berikut :
a.   Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, dengan pengertian ketersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak dan ikan dan memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, vitamin dan mineral serta turunan, yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia.
b.   Terpenuhinya pangan dengan kondisi aman, diartikan bebas dari pencemaran biologis, kimia, dan benda lain yang lain dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman untuk kaidah agama.
c.   Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan bahwa distribusi pangan harus mendukung tersedianya pangan pada setiap saat dan merata di seluruh tanah air.
d.   Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan bahwa pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.
2.      Menurut internasional confrence in nutrition, (fao/who, 1992)
Ketahanan pangan dipandang sebagai akses setiap rumah tangga atau individu untuk memperoleh pangan pada setiap waktu untuk keperluan hidup sehat.
3.      Menurut oxfam 2001
Ketahanan pangan  adalah kondisi ketika “setiap orang dalam segala waktu memiliki akses dan kontrol atas jumlah pangan yang cukup dan kualitas yang baik demi hidup yang aktif dan sehat. Dua kandungan makna tercantum di sini yakni: ketersediaan dalam artian kualitas dan kuantitas dan akses (hak atas pangan melalui pembelian, pertukaran maupun klaim).
4.      Menurut   fivims (food insecurity and vulnerability information and mapping systems, 2005 )
Ketahanan pangan adalah kondisi ketika semua orang pada segala waktu secara fisik, sosial dan ekonomi memiliki akses pada pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi (dietary needs) dan pilihan pangan (food preferences) demi kehidupan yang aktif dan sehat.

Ketahanan pangan pada tataran nasional merupakan kemampuan suatu bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah yang cukup, mutu yang layak, aman, dan juga halal, yang didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumber daya domestik. Salah satu indikator untuk mengukur ketahanan pangan adalah ketergantungan ketersediaan pangan nasional terhadap impor (litbang deptan, 2005).

B.         Sistem ketahanan pangan
Secara umum ketahanan pangan mencakup 4 aspek, yaitu kecukupan (sufficiency), akses (access, keterjaminan (security), dan waktu (time) (baliwaty, 2004). Dengan adanya aspek tersebut maka ketahanan pangan dipandang menjadi suatu sistem, yang merupakan rangkaian dari tiga komponen utama yaitu ketersediaan dan stabilitas pangan (food availability dan stability), kemudahan memperoleh pangan (food accessibility) dan pemanfaatan pangan.
Terwujudnya ketahanan pangan merupakan hasil kerja dari suatu sistem yang terdiri dari berbagai subsistem yang saling berinteraksi, yaitu
1.        Subsistem ketersediaan  pangan
Subsistem ketersediaan pangan mencakup pengaturan kestabilan dan kesinambungan penyediaan pangan. Ketersediaan pangan menyangkut masalah produksi, stok, impor dan ekspor, yang harus dikelola sedemikian rupa, sehingga walaupun produksi pangan sebagaian bersifat musiman, terbatas dan tersebar antar wilayah, pangan yang tersedia bagi keluarga harus cukup volume dan jenisnya, serta stabil dari waktu kewaktu.
2.      Subsistem distribusi
Subsistem distribusi mencakup upaya memperlancar proses peredaran pangan antar wilayah dan antar waktu serta stabilitas harga pangan. Hal ini ditujukan untuk meningkatkan daya akses masyarakat terhadap pangan yang cukup. Surplus pangan tingkat wilayah, belum menjamin kecukupan pangan bagi individu/masyarakatnya.
3.      Subsistem konsumsi
Subsistem konsumsi menyangkut pendidikan masyarakat agar mempunyai pengetahuan gizi dan kesehatan yang baik, sehingga dapat mengelola konsumsi individu secara optimal sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Konsumsi pangan tanpa memperhatikan asupan zat gizi yang cukup dan berimbang tidak efektif bagi pembentukan manusia yang sehat, daya tahan tubuh yang baik, cerdas dan produktif (thaha, dkk, 2000).
Apabila ketiga subsistem diatas tidak tercapai, maka ketahanan pangan tidak mungkin terbangun dan akibatnya menimbulkan kerawanan pangan (suryana, 2003).

C.         Rawan pangan
Rawan pangan merupakan suatu kondisi ketidakmampuan untuk memperoleh pangan yang cukup dan sesuai untuk hidup sehat dan berakvitas dengan baik. Rawan pangan dapat dibedakan 2 jenis yaitu :
1.        Rawan pangan kronis
Yaitu  ketidak cukupan pangan secara menetap akibat ketidakmampuan rumah tangga untuk memperoleh pangan yang dibutuhkan melalui pembelian di pasar atau melalui produksi sendiri. Kondisi ini berakar pada kemiskinan.
2.        Rawan pangan transien/ transistori
Yaitu penurunan akses terhadap pangan yang dibutuhkan rumah tangga secara kontemporer. Hal ini disebabkan adanya bencana alam, kerusuhan, musim yang menyimpang dan keadaan lain yang bersifat mendadak, sehingga menyebabkan ketidakstabilan harga pangan, produksi, atau pendapatan (baliwati, 2004).
Menurut food an agriculture organization of the united nations (fao) dan undang undang nomor 7 tahun 1996 tentang pangan, kondisi rawan pangan dapat diartikan bahwa individu atau rumah tangga masyarakat yang tidak memiliki akses ekonomi (penghasilannya tidak memadai atau harga pangan tidak terjangkau), tidak memiliki akses secara fisik, untuk memperoleh pangan yang cukup kehidupan yang normal, sehat dan produktif, baik kualitas maupaun kuantitasnya.
Rawan pangan dapat mengakibatkan kelaparan, kurang gizi dan gangguan kesehatan, termasuk didalamnya busung lapar. Bahkan dalam keadaan yang paling fatal dan menyebabkan kematian.
Kejadian krisis pangan dan gizi dapat diantisipasi apabila gejala gejala kekurangan pangan dan gizi serta masalahnya dapat secara dini diidentifikasi dan kemudian dilakukan tindakan secara tepat dan cepat sesuai dengan kondisi yang ada (badan ketahanan pangan propinsi sumut, 2005).


Referensi:

Badan Perencanaan Dan Pembangunan Nasional (Bappenas). (2011). Penjelasan Tentang Ketahanan Pangan. www.bappenas.go.id/get-file-server/node/10492 17 APRIL 2013.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Departemen Pertanian. Jakarta.
Peraturan Presiden Republik Indonesia. No. 22 Tahun 2009 tentang Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumberdaya Lokal. Jakarta.
SEAFAST. (2010). Ketahanan Pangan Dan Perspektif Kebijakannya. http://seafast.ipb.ac.id/index.php/partnership/124-ketahanan-pangan-dan-perspektif-kebijakannya. 17 APRIL2013 .
Tupan, Wujud Ketahanan Pangan dengan Kerifan Lokal,Jakarta, PDII-LIPI
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan




Tidak ada komentar:

Posting Komentar