Selasa, 21 Mei 2013

Kebijakan Moneter



Pengertian Kebijakan Moneter (Monetary Policy)
Kebijakan Moneter adalah suatu usaha untuk mencapai perkembangan kegiatan perekonomian yang diinginkan agar dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan melalui pengaturan jumlah uang yang beredar dalam perekonomian. Usaha tersebut dilakukan agar terjadi kestabilan harga dan inflasi serta terjadinya peningkatan output keseimbangan.
Kebijakan inilah yang digunakan pemerintah melalui Bank Indonesia sebagai  otoritas moneter, untuk megendalikan atau menambahkan perekonomian ke kondisi yang lebih baik atau diinginkan dengan mengatur jumlah uang beredar dan tingkat suku bunga melalui peredaran uang. Kebijakan moneter memiliki tujuan yang sama dengan kebijakan ekonomi pemerintah lainnya. Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar.

Macam-macam Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1.      Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang beredar
2.       Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang beredar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policu)


Instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :                                  
  • Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
    Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
  • Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
    Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
  •  Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
    Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
  • Himbauan Moral (Moral Persuasion)
    Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.

Tujuan Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter bertujuan untuk mencapai stabilisasi ekonomi yang dapat diukur dengan :
a.       Kesempatan kerja
Semakin besar gairah untuk berusaha, maka akan mengakibatkan peningkatan produksi.Peningkatan produksi ini akan diikuti dengan kebutuhan tenaga kerja. Hal ini berarti akan terjadinya peningkatan kesempatan kerja dan kesehjateraan karyawan.
b.      Kestabilan harga
Apabila kestablian harga tercapai maka akan menimbulkan kepercyaan di masyarakat. Masyarakat percaya bahwa barang yang mereka beli sekarang akan sama dengan harga yang akan masa depan.
c. Neraca Pembayaran Internasional
Neraca pembayaran internasional yang seimbang menunjukkan stabilisasi ekonomi di suatu Negara. Agar neraca pembayaran internasional seimbang, maka pemerintah sering melakukan kebijakan-kebijakan moneter.

Sabtu, 11 Mei 2013

Schistosoma haematobium



a)    
Klasifikasi
Kingdom         : Animalia
Filum               : Platyhelminthes
Kelas               : Trematoda
Subkelas          : Digenea
Ordo                : Strigeidida
Family             : Schistosomatidae
Genus              : Schistosoma
Species            : Schistosoma haematobium

b)    Hospes dan Nama Penyakit
              Hospes definitif dari cacing ini adalah manusia, kera dan baboon. Hospes perantaranya adalah keong air tawar bergenus Bulinus sp., Physopsis sp. dan Biomphalaria sp.. Penyakit yang disebabkan oleh cacing ini adalah skistosomiasis vesikalis, hematuri skistosoma, bilharziasis urinarius. Cacing ini tidak ditemukan di Indonesia. (Onggowaluyo, 2001)

c)    Morfologi







              Cacing dewasa jantan gemuk berukuran 10-15 x 0,8-1 mm. Ditutupi integumen tuberkulasi kecil, memiliki dua betil isap berotot, yang ventral lebih besar. Di sebelah belakang batil isap ventral, melipat ke arah ventral sampai ekstremitas kaudal, membentuk kanalis ginekoporik. Di belakang batil isap ventral terdapat 4-5 buah testis besar. Porus genitalis tepat di bawah batil isap ventral. Cacing betina panjang silindris, ukuran 20x0,25 mm. Batil isap kecil, ovarium terletak posterior dari pertengahan tubuh. Uterus panjang, sekitar 20-30 telur berkembang pada saat dalam uterus. Kerusakan dinding pembuluh darah oleh telur mungkin disebabkan oleh tekanan dalam venule, tertusuk oleh duri telur dan mungkin karena zat lisis yang keluar melalui pori kulit telur sehingga telur dapat merusak dan menembus dinding pembuluh darah. (Natadisastra, 2005)

d)    Distribusi Geografik
              Distribusi Schistosoma haematobium ini sebagian besar di Sub-Sahara, di lembah Sungai Nil, Afrika, Negara utara lainnya, dan di Timur Tengah.
            
Doi: 10.1371/journal.pone.0032729
e)    Siklus Hidup













              Orang yang terinfeksi buang air kecil atau buang air besar di air, air kencing atau kotoran mengandung telur cacing. Telur cacing menetas dan cacing pindah ke keong, cacing muda pindah dari keong ke manusia. Dengan demikian, orang yang mencuci atau berenang di air di mana orang yang terinfeksi pernah buang air kecil atau buang air besar, maka ia akan terinfeksi.Cacing atau serkaria (bentuk infektif dari Schistosoma haematobium) menginfeksi dengan cara menembus kulit pada waktu manusia masuk kedalam air yang mengandung serkaria. Waktu yang diperlukan untuk infeksi adalah 5-10 menit. Setelah serkaria menembus kulit, larva ini kemudian masuk ke dlaam kapiler darah, mengalir dengan aliran darah masuk ke jantung kanan, lalu paru dan kembali ke jantung kiri; kemudian masuk ke system peredaran darah besar, ke cabang-cabang vena portae dan menjadi dewasa di hati.
              Setelah dewasa, cacing ini kembali ke vena portae dan vena usus atau vena kandung kemih dan kemudian betina bertelur setelah berkopulasi. Cacing betina meletakkan telur di pembuluh darah. Telur dapat menembus keluar dari pembuluh darah, bermigrasi di jaringan dan akhirnya masuk ke lumen usus atau kendung kemih untuk kemudian ditemukan di dalam tinja atau urine. Telur menetas di dalam air; dan larva yang keluar disebut mirasidium. Mirasidium ini kemudian masuk ke tubuh keong air dan berkembang menjadi serkaria. (Muslim, 2009)

f)      Epidemiologi
              Schistosoma haematobium ini merupakan trematoda darah vesicalis yang dapat menimbulkan schistomiasis vescicalis, schitosomoasis haematobia, vesical atau urinary bilharziasis, schitosomal hematuria. Infeksi S. haematobium sering terjadi di lembah hulu Sungai Nil, meliputi bagian besar Afrika termasuk kepulauan di pantai Timur Afrika; ujung Selatan Eropa; Asia Barat dan India. (Natadisastra, 2005)

g)    Patologi dan Gejala Klinis
              Setelah kontak dengan kulit manusia, serkaria masuk ke dalam pembuluh darah kulit. Lebih kurang 5 hari setelah infeksi, cacing muda mulai menjangkau vena portae dan hati. Kira-kira tiga minggu setelah infeksi pematangan cacing dimulai sejak keluarnya dari vena portae. Setelah infeksi 10-12 minggu, cacing betina mulai meletakan telur pada venule.
              Efek pathogen terdiri atas:
a.       Reaksi lokal dan umum terhadap metabolit cacing yang sedang tumbuh dan matang
b.      Trauma dengan perdarahan akibat telur keluar dari venule.
c.       Pembentukan pseudoabses dan pseudotuberkel mengelilingi telur terbatas pada jaringan perivaskuler
              Penyakit ini seringkali tidak memperlihatkan tanda-tanda awal. Di beberapa tempat tanda-tanda umum yang sering terlihat adalah adanya darah di dalam air kencing atau kotoran. Pada wanita tanda ini bisa juga disebabkan oleh adanya luka pada alat kelaminnya. Di daerah di mana penyakit ini banyak terjadi, orang yang memperlihatkan sekedar gejala-gejala yang tidak parah atau hanya sekedar sakit perut saja, patut diperiksa. (Sutanto, 2008)

h)    Diagnosis
              Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur di dalam tinja atau jaringan biopsi hati dan biopsi rektum. Reaksi serologi dapat dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis. Reaksi serologi dapat dipakai adalah COPT (Circumoval precipitin test), IHT (Indirect Haemagglutation test), CFT (Complement fixation test), FAT (Fluorescent antibody test) dan ELISA (Enzyme linked immuno sorbent assay).

i)      Pengobatan
              Pengobatan terbaik penyakit ini adalah dengan obat-obatan. Menemui seorang petugas kesehatan untuk mengetahui obat apa yang harus digunakan, atau membaca buku kesehatan umum. Luka pada alat kelamin dan adanya darah di dalam air kencing juga merupakan tanda penyakit infeksi kelamin menular (STI = Sexually Transmitted Infections). Banyak wanita tidak mau berobat karena takut mereka akan dituduh mengidap penyakit STI. Jika tidak diobati akan memicu penyakit infeksi parah lainnya dan dapat membuat wanita jadi tidak subur (tidak dapat hamil).
              Obat Metrifonate, organoposforus cholinesterase inhibitor. Dosisnya 5-15 mg/ kg berat badan diberikan dengan interval 2 minggu. (Natadisastra, 2005)

j)      Pencegahan
              Penyakit cacing dalam darah tidak ditularkan secara langsung dari satu ke orang lain. Sebagian hidup cacing harus dihabiskan dengan hidup di dalam keong air jenis tertentu. Program masyarakat dapat diadakan untuk membasmi keong-keong ini agar mencegah penularan penyakit cacing dalam darah. Program-program ini hanya berjalan baik jika orang mentaati langkah pencegahan yang paling mendasar yakni: jangan buang air kecil atau buang air besar di dalam atau di dekat sumber air.
              Cara menghindari penyebab penyakit ini antara lain:
a.       Menghindari kencing atau buang air besar di dalam air atau dekat sumber air.
b.      Hindari berenang di dalam air kotor.
c.       Gunakan perlindungan sepatu jika masuk ke air, misalnya memakai sepatu boot.
(Muslim, 2009)

Paragonimus westermani



a)   Klasifikasi
Kingdom         : Animalia
Filum               : Platyhelminthes
Kelas               : Trematoda
Ordo                : Plagiorchiida
Famili              : Troglotrematidae
Genus              : Paragonimus
Spesies             : Paragonimus Westermani

b)   Hospes dan Nama Penyakit
              Hospes perantara pertama adalah keong beroperkulum dari genus Hua, Semisulcospira, Syncera dan Thiara. Hospes perantara kedua adalah ketam air tawar dari genus Eriocheir, Potamon, Sesarma dan Parathelpusa (Brown, 1979). Hospes definitive dari parasit ini adalah manusia dan mamalia pemakan ketam yaitu kucing luak, anjing, harimau dan serigala. Penyakit yang disebabkan oleh Paragonimus westermani adalah paragonimiasis, distomiasis paru-paru. Penyakit ini termasuk kelompok zoonosis. (Onggowaluyo, 2001)

c)    Morfologi
              Cacing dewasa berwarna merah kecoklatan, berukuran 12-18 x 4-6 mm.Pada saat aktif seperti sendok dengan ujung satunya berkontraksi dan yang lainnya memanjang, bentuk pada ssat kontraksi menyerupai biji kopi,membujur dan pipih,kutikula berduri. Batil isap kepala besarnya sama dengan batil isap perut.Batil isap perut terletak tepat di anterior garis anterior. Testis berlobus dalam dan tidak teratur,terletak miring dan berada sepertiga bagian dari posterior tubuh. Ovarium besar dan berlobus,terletak disebelah anterior testis,disebelah kanan  berhadapan dengan uterus yang berkelak kelok.Telurnya berbentuk lonjong dan berwarna kuning kecoklatan berukuran 95 x 45 mikron, dinding dua lapis, pada salah satu ujung terdapat operkulum besar dan ceper ( pendek ). Sedangkan pada ujung yang lain dinding mengalami penebalan.Isi telur berupa morula. (Onggowaluyo, 2001)
d)   Distribusi Geografik
              Cacing ini ditemukan di RRC , Taiwan, Korea, Jepang, Filipina, Vietnam, Thailand , India, Malaysia, dan Amerika Latin.Cacing  juga dapat ditemukan di Indonesia namun hanya pada binatang,sedangkan pada manusia hanya sebagai kasus impor saja (Bagian Parasitologi FKUI,1998).

e)    Siklus Hidup

              Siklus hidup dimulai ketika telur menetas dan mirasidium keluar dari dalam telur. Telur yang dapat dikeluarkan melalui tinja maupun sputum ini, tidak memiliki mirasidium secara langsung namun, telur akan matang dan berisi mirasidium dalam waktu 16 hari setelah dikeluarkan oleh hospes definitif. Setelah mirasidium keluar, mirasidium akan hinggap di hospes perantara yaitu keong air. Setelah itu di dalam tubuh keong mirasidium akan mengalami perubahan menjadi sporokista, redia I,redia II dan kemudian menjadi serkaria.  Serkaria keluar dari keong dan berenang menuju hospes definitif II yaitu udang batu, kepiting maupun ketam yang kemudian akan  membentuk metaserkaria di dalam tubuhnya. Metaserkaria yang termakan oleh hospes definitive yaitu manusia kemudian akan menjadi cacing dewasa di dalam duodenum. Cacing dewasa muda kemudian akan bermigrasi menembus difragma dan menuju ke paru. Jaringan hospes kemudian akan mengadakan reksi jaringan shingga cacing terbungkus di dalam kista. (Bagian Parasitologi FKUI, 1998)
              Di dalam paru kista akan menetas menjadi telur yang kemudian menyebabkan batuk. Telur telur tersebut sebagian tertelan dan melanjutkan daur hidupnya di hospes definitif dan sebagian lagi ada yang keluar melalui tinja maupun sputum. Infeksi dapat terjadi apabila manusia memakan udang kepiting, maupun lobster dalam keadaan tidak matang atau mentah. (Anonim, 2010)

f)     Epidemiologi
              Paragonimus westermani adalah kosmopolit terhadap mamalia, kosmopolit terhadap manusia banya ditemukan di daerah Timur Jauh. Daerah endemic utama adalah Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Tiongkok dan Filiphina. Manusia mendapat infeksi bila memakan ketam air tawar atau udang batu mentah yang terkena infeksi. Kebiasaan di daerah Timur adalah memakan udang batu yang diasinkan atau disajikan menjadi ketam mabuk. Ketam mabuk dibuat dengan dicampurkan anggur dan metaserkaria masih dapat hidup selama beberapa ajm dalam cairan anggur. (Brown, 1979)
              Infeksi pada anak terjadi karena ketam air tawar digunakan sebagai obat campak dengan cara ditumbuk dan diambil cairannya. Hal ini sering dilakukan di daerah Korea. (Brown, 1979)


g)   Patologi dan Gejala Klinis
              Apabila cacing dewasa berada dalam kista paru-paru atau bronkus, penderita dapat mengalami gejala batuk kering dan sesak nafas, sakit dada dan demam. Kasus ini disebut dengan hemoptisis endemis dan kejadiannya terjadi pada pagi hari. Sepintas gejala ini mirip dengan tuberculosis aktif. Penderita biasanya mengeluarkan sputum berdarah (berwarna karat). Pada pemeriksaan fisik menunjukkan suatu bronkopneumoni dengan efusi pleural. (Onggowaluyo, 2001)
              Migrasi cacing dewasa ke organ lainnya dapat menimbulkan gejala yang berbeda-beda tergantung dari organ yang diserang. Keadaan selanjutnya, cacing berada pada otak dan dapat menimbulkan desakan jaringan yang ada disekitarnya. Hal ini menyebabkan prognosis yang buruk karena penderita akan mengalami epilepsy, hemiplegia atau monoplegia. Cacing yang ada di bawah kulit dapat menimbulkan tumor yang dapat digerakkan. Secara patologis, lokalisasi di paru terdapat reaksi-reaksi jaringan yang mendahului pembentukan kapsul jaringan fibrosis (bungkus berwarna biru mengandung sepasang cacing, telur dan infiltrasi radang). (Onggowaluyo, 2001)

h)   Diagnosis
              Diagnosis kuat dibuat dengan menemukan telur di dalam sputum maupun cairan pleura. Kadang – kadang telur juga dapat ditemukan di dalam tinja orang yang terinfeksi. Reaksi serologi merupakan cara yang efektif di dalm melakukan diagnosis (Bagian Parasitologi FKUI,1998).

i)     Pengobatan
              Klorokuin yang diberikan pada orang dewasa hasilnya cukup baik. Bitiono dan tiobisdiklorofenol yang diberikan peroral dapat menyembuhkan 90% dari 1.315 penderita yang diobati, tetapi memberikan reaksi efek samping seperti diare, kemerahan kulit dan sakit perut. (Onggowaluyo, 2001)

j)     Pencegahan
              Pencegahan dapat dilakukan dengan memasak setiap udang, keong, ketam maupun kepiting hingga matang dan menghindari memakannya secara langsung (mentah). Pembuangan tinja dan sputum pada tempatnya (jamban)  juga dapat mengurangi penyebaran cacing ini (Anonim,2010).

Schistosoma mansoni



a)  
Klasifikasi
Kingdom         : Animalia
Filum               : Platyhelminthes
Kelas               : Trematoda
Subkelas          : Digenea
Ordo                : Strigeidida
Genus              : Schistosoma
Spesies            : Schistosoma mansoni

b)   Hospes dan Nama Penyakit
              Hospes definitifnya adalah manusia, sedangkan hospes reservoirnya adalah kera Baboon dan hewan pengerat. Hospes perantaranya adalah keong air tawar genus Biomphalaria sp. dan Australorbis sp.. Habitat cacing ini adalah vena kolon dan rektum. Pada manusia cacing ini dapat menyebabkan Skistosomiasis usus, Disentri mansoni dan Skistosomiasis mansoni. (Onggowaluyo, 2001)

c)    Morfologi

             
              Bentuk cacing dewasa seperti S. haematobium, tetapi ukurannya lebih kecil. Cacing betina panjangnya 1.7 – 7.2 mm. Kelenjar vitelaria meluas ke pinggir pertengahan tubuh. Ovariumnya di anterior pertengahan tubuh, uterus pendek berisi 1 – 4 butir telur. Cacing jantan panjangnya 6.4 – 12 mm, gemuk dengan bagian ventral terdapat ginaekoforalis, testes 6 – 9 buah dan kulit terdiri dari duri-duri kasar. Telur berbentuk lonjong, berwarna coklat kekuning-kuningan, dinding hyalin, berukuran 114 - 175 x 45 – 64 mikron. Pada satu sisi dekat ujung terdapat duri agak panjang, telur berisi mirasidium. (Onggowaluyo, 2001)

d)   Distribusi Geografik
              Parasit Schistosoma mansoni ditemukan di banyak negara di Afrika, Amerika Selatan (Brasil, Suriname dan Venezuela), Karibia (termasuk Puerto Rico, St Lucia, Guadeloupe, Martinique, Republik Dominika, Antigua dan Montserat) dan di bagian Timur Tengah. (Departement of Parasitology University Cambridge, 2010)

e)    Siklus Hidup
              Manusia terinfeksi oleh serkaria di air tawar melalui penetrasi  pada kulit. Serkaria masuk tubuh melalui sirkulasi vena ke jantung, paru-paru dan sirkulasi portal. Setelah tiga minggu serkaria matang dan mencapai vena mesenterika superior usus halus lalu tinggal disana serta berkembang biak (Abdul Ghaffar dan Gregory Brower, 2009). Telur yang dikeluarkan oleh cacing betina di dalam usus menembus jaringan sub mukosa dan mukosa lalu masuk kedalam lumen usus dan keluar bersama tinja.
              Telur yang berada di air tawar menetas dan melepaskan mirasidium yang kemudian berenang bebas mencari hospes perantaranya yaitu keong. Dalam tubuh keong mirasidium berkembang menjadi sporokista 1 dan 2  kemudian menjadi larva serkaria yang ekornya bercabang. Serkaria selanjutnya akan mencari hospes definitif dalam waktu 24 jam. ( Onggowaluyo, 2001)

f)     Epidemiologi
              Parasit Schistosoma mansoni ditemukan di banyak negara di Afrika, Amerika Selatan (Brasil, Suriname dan Venezuela), Karibia (termasuk Puerto Rico, St Lucia, Guadeloupe, Martinique, Republik Dominika, Antigua dan Montserat) dan di bagian Timur Tengah. (Departement of Parasitology University Cambridge, 2010)
              Hospes definitifnya adalah manusia, sedangkan hospes reservoirnya adalah kera Baboon dan hewan pengerat. Hospes perantaranya adalah keong air tawar genus Biomphalaria sp. dan Australorbis sp.. Habitat cacing ini adalah vena kolon dan rektum. Pada manusia cacing ini dapat menyebabkan Skistosomiasis usus, Disentri mansoni dan Skistosomiasis mansoni. (Onggowaluyo, 2001)

g)   Patologi dan Gejala Klinis
              Patologi yang berhubungan dengan infeksi dengan Schistosma mansoni dapat dibagi menjadi dua bidang utama, yaitu  schistosomiasis akut dan kronis. Schistosomiasis  akut bisa disebut juga demam Katayama. Hal ini terkait dengan timbulnya parasit betina bertelur (sekitar 5 minggu setelah infeksi), dan pembentukan granuloma sekitar telur terdapat di hati dan dinding usus, menyerupai hepatosplenomegali dan leukositosis dengan eosinofilia, mual, sakit kepala, batuk,  dalam kasus yang ekstrim diare disertai dengan darah, lendir dan bahan nekrotik. Gejala kronis akan tampak beberapa tahun setelah infeksi. Gejalanya seperti peradangan pada hati dan jarang ditemukan di organ lain (paru-paru). (Departement of Parasitology University Cambridge, 2010)

h)   Diagnosis
              Diagnosis dapat ditentukan dengan menemukan telur di dalam tinja. Beberapa cara untuk melakukan beberapa cara seperti sediaan hapus langsung dari tinja (metode Kato) maupun dengan cara sedimentasi (0,5 % gliserin dalam air). Bila dalam tinja tidak ditemukan telur diagnosis dapat dilakukan dengan tes serologi, sedangkan untuk menemukan telur yang masih segar dalam hati dan  usus dapat dilakukan dengan teknik digesti jaringan. (Onggowaluyo, 2001)

i)     Pengobatan
              Natrium antimonium tartrat cukup efektif untuk pengobatan penyakit yang diakibatkan oleh parasit ini. Stiboven dapat diberikan secara intramuskuler. Nitridiasol juga efektif tetapi bukan sebagai obat pilihan. Obat lain yang cukup baik diberikan pr oral adalah oksamniquin dan nitrioquinolin. (Onggowaluyo, 2001)

j)     Pencegahan
              Pengendalian Schistosomiasis, dengan mengontrol  setiap  organisme yang memungkinkan untuk  menularkan cacing. Hal ini bertujuan untuk mencegah infeksi baru, biasanya oleh gangguan siklus hidup parasit. Pencegahan dan pengendalian dapat dicapai dengan sejumlah metode seperti berusaha untuk menghilangkan hospes perantara, penghapusan parasit dari hospes definitif, pencegahan infeksi pada inang definitif dan pencegahan infeksi pada hospes perantara. (Departement of Parasitology University Cambridge, 2010)